efek kursor

Friday, September 05, 2008

.:: FIQIH PUASA ::.

Secara umum Puasa berarti ‘menahan’ sebagaimana firman Allah swt,“…Aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih…” (QS. Maryam [19]:26)
Maksudnya adalah menahan diri dari berbicara,
Sedangkan maksud menurut istilah adalah menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan disertai niat.

Keutamaan Puasa
Menurut riwayat Bukhari dan Abu Dawud, hadits tersebut berbunyi,“Puasa itu merupakan benteng. Jika salah seorang di antara kamu berpuasa, janganlah ia berkata keji dan mencaci-maki. Seandainya ada orang yang mengajaknya berkelahi atau mencaci-makinya, hendaklah dikatakan, ‘Aku ini berpuasa,’ sebanyak dua kali. Demi Tuhan yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau kasturi. Allah berfirman, ‘Ditinggalkannya makan, minum, dan nafsu syahwatnya karena Aku. Puasa itu adalah untuk-Ku, dan Akulah yang akan memberinya ganjaran, sedangkan setiap kebajikan itu akan mendapat ganjaran sepuluh kali lipat.’”

Hukum Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan hukumnya wajib, berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’. Dalil Al-Qur’an adalah sebagaimana firman Allah ta’ala,“Wahai owrang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (al-Baqarah [2]:183)
Pada hadits Thalhah bin Ubaidillah diosebutkan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw., “’Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku puasa yang diwajibkan Allah atas diriku.’ Nabi saw. bersabda, ‘Puasa Ramadhan.’ Tanya laki-laki itu lagi, ‘Apakah ada lagi yang wajib atasku?’ Rasulullah bersabda, ‘Tidak, kecuali kalu engkau berpuasa sunnah.’”Umat Islam telah berijma’ ats wajibnya puasa ramadhan dan bahwa hal itu merupakan salah satu rukun Islam. Hal itu dapat diketahui dari ajaran agama secara daruri dan tidak perlu diperdebatkan lagi, hingga orang yang mengingkarinya berarti kafir dan murtad dari Islam. Mulai diwajibkannya adalah pada hari Senin tanggal 1 Sya’ban tahun kedua hijriah.

Keutamaan Bulan Ramadhan dan Beramal Padanya
Abu Hurairah berkata bahwa Nabi saw. bersabda,“Shalat yang lima waktu, Jum’at ke Jum’at, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapus kesalahan-kesalahan yang terdapat di antara masing-masing selama kesalahan besar dijauhi.” (HR Muslim)
Abu Hurairah berkata, “Telah bersabda Rasulullah saw., ‘Siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan keridhaan Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.’” (HR Ahmad dan Ash-habus Sunan)

Ancaman bagi yang Berbuka di Bulan Ramadhan
Diterima dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,“Ikatan Islam dan sendi agama itu ada tiga, di atasnya didirikan Islam dan siapa yang meninggalkan salah satu di antaranya, berarti ia kafir terhadapnya dan halal darahnya, mengakui bahwa tiada tuhan melainkan Allah, shalat fardhu, dan puasa Ramadhan.” (HR Abu Ya’la dan Dailami, serta dinyatakan sahih oleh Dzahabi)
Abu Hurairah berkata bahwa Nabi saw. bersabda,“Barangsiapa yang berbuka pada satu hari dari bulan Ramadhan tanpa keringanan yang dibebankan Allah kepadanya, maka puasanya tidak akan dapat dibayar, meskipun berpuasa sepanjang waktu.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
Bukhari berkata, “Ada pula disebutkan dari Abu Hurairah secara marfu’, ‘Siapa yang berbuka pada satu hari dari bulan Ramadhan tanpa uzur atau sakit, maka tidaklah akan terbayar oleh puasa sepanjang masa walau dilakukannya.’” Dan ini juga menjadi pendapat Ibnu Mas’ud.

Rukun Puasa
Ada dua rukun puasa yang masing-masingnya merupakan unsur terpenting yang hakikatnya yaitu, 1. Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. 2. Berniat. Berniat puasa hendaknya sebelum fajar, pada tiap malam bulan Ramadhan. Hal ini berdasarkan hadits Hafsah, “Telah bersabda Rasulullah saw., ‘Barangsiapa yang tidak membulatkan niatnya untuk berpuasa sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.” (HR Ahmad dan ash-habus Sunan, dan dinyatakan sah oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
Niat berpuasa menjadi sah pada salah satu saat di malam hari. Tidak disyaratkan untuk mengucapkannya karena hal itu adalah pekerjaan hati, tidak ada sangkut pautnya dengan lisan. Hakikat niat adalah menyengaja suatu perbuatan untuk menaati perintah Allah ta’ala dalam mengharapkan keridhaan-Nya. Oleh karena itu, siapa yang makan pada waktu sahur dengan maksud akan berpuasa dan dengan menahan diri ini bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, berarti ia telah berniat. Begitu pula orang yang bertekad akan menghindari segala hal yang dapat membatalkan puasa di siang hari dengan ikhlas karena Allah, juga berarti telah berniat, walaupun ia tidak makan sahur.

Kepada Siapakah Puasa Itu Diwajibkan
Para ulama telah berijma’ bahwa puasa itu wajib atas orang Islam yang berakal dan balig, sehat, dan menetap, sedangkan wanita hendaknya ia telah haid dan nifas. Dengan begitu, tidak wajib puasa bagi orang kafir, orang gila, anak-anak, orang sakit, musafir, serta perempuan yang sedang haid atau nifas. Begitu pula bagi orang tua, perempuan yang hamil atau menyusui. 1. Ada yang tidak wajib baginya puasa sama sekali, misalnya orang kafir dan orang gila; 2. Ada pula yang diminta agar orang tuanya menyuruhnya berpuasa, misal bagi anak-anak yang belum balig; 3. Ada yang wajib berbuka dan mengqadha, misalnya bagi orang sakit yang memiliki harapan sembuh dan bagi musafir. Orang yang sehat yang takut akan jatuh sakit karena berpuasa, maka boleh berbuka seperti orang yang sakit, begitu pula orang yang sangat kelaparan atau kehausan, hingga mungkin celaka, hendaknya ia berbuka dan mengqadha, walaupun ia seorang yang sehat dan bukan musafir; dan 4. Ada yang diberi keringanan untuk berbuka tetapi diwajibkan membayar fidyah, misalnya orang yang telah tua, baik laki-laki maupun wanita, orang sakit yang telah tidak ada harapan akan sembuh, dan orang-orang yang memiliki pekerjaan berat yang tidak memiliki pekerjaan lain selain yang mereka lakukan itu. Begitu pula wanita-wanita hamil dan yang menyusui anak. Jika mereka khawatir akan keselamatan diri atau anak-anak mereka boleh berbuka. Menurut Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, mereka wajib membayar fidyah dan tidak wajib mengqadha’. Menurut golongan Hanafi, Abu Ubaid, dan Abu Tsaur, mereka hanya diwajibkan mengqadha’ dan tidak membayar fidyah, sedangkan menurut pendapat Ahmad dan Syafi’i, jika mereka berbuka karena kekhawatiran terhadap keselamatan anak saja, maka mereka wajib mengqadha’ dan membayar fidyah. Tetapi bila yang mereka khawatirkan adalah keselamatan diri mereka sendiri, atau keselamatan diri serta keselamatan anak mereka, maka mereka hanya wajib mengqadha’. “…Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah yaitu memberi makan seorang miskin…” (al-Baqarah [2]: 184)


ADAB BERPUASA


1. Makan Sahur
Abu Sa’id al-Khudri r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Bersahur itu berkah, maka janganlah engkau tinggalkan, walau seseorang di antaramu itu hanya meneguk air. Karena Allah dan para malaikat-Nya akan mengucapkan shalawat kepada orang-orang yang bersahur.” (HR Ahmad)

2.
Menyegerakan Berbuka
Sa’ad berkata bahwa Nabi saw. bersabda,“Umat manusia akan senantiasa berada di dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR Bukhari dan Muslim)

3.
Berdoa ketika Berbuka dan Berpuasa
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan sanad yang hasan bahwa Nabi saw. bersabda, “Ada tiga golongan yang tidak ditolak doanya: orang yang berpuasa hingga ia berbuka, pemimpin yang adil, dan orang yang teraniaya.”

4.
Menjauhi Hal-Hal yang Bertentangan dengan Puasa
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda,“Puasa tidak hanya menahan makan dan minum, tetapi menghindari menjauhi perbuatan sia-sia dan keji. Jika kamu dicaci atau dibodoh-bodohi orang lain, maka katakanlah, ‘Aku berpuasa. Aku berpuasa.’” (HR Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim yang mengatakan kesahihan hadits ini berdasarkan syarat Muslim)

5.
Menggosok gigi
Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk menggosok gigi pada saat berpuasa. Tidak ada perbedaannya antara waktu pagi dan sore hari. Menurut Tirmidzi, bagi Syafi’i tak ada halangan untuk menggosok gigi, baik di waktu pagi maupun sore hari. Begitu juga diterima berita yang menyatakan bahwa Nabi saw. biasa menggosok gigi pada saat berpuasa.

6.
Murah Hati dan Mempelajari Al-Qur’an
Bermurah hati dan mempelajari Al-Qur’an disunnahkan untuk dilakukan setiap waktu, tetapi kedua hal itu lebih diutamakan lagi dalam bulan Ramadhan.

7.
Giat Beribadah pada Sepuluh Hari Terakhir
Diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah r.a., “Beliau begitu giat beribadah pada puluhan terakhir, melebihi kegiatannya pada saat-saat lainnya.”


HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
Hal-hal yang membatalkan puasa itu ada dua jenis.
A. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa dan Wajib Qadha
1. Makan dan minum dengan sengaja. Jika seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa atau terpaksa, maka ia tidak wajib qadha dan kifarat.
2. Muntah dengan sengaja. Jika seseorang terpaksa muntah, ia tidak wajib mengqadha atau membayar kafarat.
3. Haid dan nifas. Walau hanya sebentar pada saat terakhir sebelum matahari terbenam.
4. Mengeluarkan mani atau sperma. Baik disebabkan laki-laki mencium atau memeluk istrinya maupun dengan masturbasi.
5. Memasukkan bahan yang bukan makanan ke dalam perut melalui jalan yang biasa, seperti banyak makan garam.
6. Meniatkan berbuka. Siapa yang berniat berbuka padahal ia berpuasa, maka batallah puasanya walau ia tidak melakukan sesuatu yang membatalkanMakan, minum, atau bersenggama karena menduga bahwa matahari telah terbenam atau fajar belum menyingsing, kemudian ternyata bahwa dugaan itu salah, maka menurut jumhur ulama–termasuk di dalamnya imam yang empat–ia wajib menhqadha. Sebaliknya, Ishak, Abu Dawud, Ibnu Hazm, Atha’, Urwah, Hasan Basri, dan Mujahid berpendapat bahwa puasanya sah dan tidak perlu mengqadha.

B. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa dan Wajib Qadha dan Kifarat
Mengenai tindakan membatalkan puasa dan karenanya wajib qadha berikut kafarat, menurut jumhur hanyalah bersenggama dan tidak ada yang lain.Kemudian menurut pendapat jumhur, wanita dan laki-laki sama-sama berkewajiban untuk membayar kifarat, selama keduanya menyengaja senggama itu, dengan kemauan mereka sendiri, bukan terpaksa pada siang hari Ramadhan sambil meniatkan untuk berpuasa. Diriwayatkan oleh Malik dan Ibnu Juraij dari Hamid bin Abdurrahman dari Abu Hurairah, “Seorang laki-laki berbuka pada bulan Ramadhan, maka Rasulullah saw. menyuruhnya membayar kifarat dengan memerdekakan seorang budak, atau berpuasa selama dua bulan terus-menerus, atau memberi makan kepada enam puluh orang miskin.” (HR Muslim)


Ref: Bk. FIQIH SUNNAH karya Sayyid Sabiq

No comments: